Panggung Seni dan Doa Rumah Sastra Arafura; Melawan dengan Cinta untuk Marfenfen

- 16 November 2021, 19:43 WIB
Suasana Pagelaran Seni dan Budaya, serta Doa bersama Komunitas Rumah Sastra Arafura untuk Marfenfen di Lapangan Yos Sudarso Dobo, Senin (15/11/2021)
Suasana Pagelaran Seni dan Budaya, serta Doa bersama Komunitas Rumah Sastra Arafura untuk Marfenfen di Lapangan Yos Sudarso Dobo, Senin (15/11/2021) /Dok Hendrik Emanel

KABAR KEI - Kampanyekan perjuangan masyarakat adat Desa Marfenfen, Kecamatan Aru Selatan, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, Komunitas Rumah Sastra Arafura gelar Pagelaran Seni dan Budaya, serta Doa bersama di Lapangan Yos Sudarso Dobo, Senin, 15 November 2021.

Panggung seni dan doa bersama itu bertujuan untuk mengkampanyekan perjuangan masyarakat adat yang tengah berjuang dalam mempertahankan tanah adat seluas 689 hektar yang diklaim milik TNI AL berdasarkan Surat Keputusan Gubernur.

Berdasarkan informasi yang diterima Kabar Kei, tanah adat tersebut merupakan tempat berburu atau tempat makan bagi Masyarakat adat Desa Marafenfen dan desa sekitarnya. Bahkan tanah itu merupakan habitat hewan endemik seperti Kaka Tua Raja.

Baca Juga: Kejaksaan Negeri Tual, Kembali Melakukan Eksekusi Terpidana DPO Kasus Korupsi Anggaran DPRD Kota Tual

Acara yang dihadiri semua lapisan masyarakat itu, mengusung tema "Melawan dengan Cinta,".

Ketua Komunitas Rumah Sastra Arafura (RSA) Silvester Heatubun mengatakan, RSA siap berdiri dengan lantang menyuarakan suara masyarakat Kepulauan Aru yang mengalami keresahan, penindasan, ataupun diskriminasi.

"Namun perlawanan kami tidak dengan kekerasan, melainkan dengan cinta," ucap Heatubun saat diwawancarai Kabar Kei via WhatsApp, Selasa, 16 November 2021 malam.

Baca Juga: TikTok Sebut Indonesia Sebagai Negara Penghasil Konten K-Pop Terbanyak

Lanjut Heatubun, orang Aru adalah orang yang berbudaya, oleh sebab itu perlawanan terhadap penindasan tidak boleh dengan kekerasan, harus dengan cinta.

"Menyelamatkan tanah adat sama saja menyelamatkan budaya orang Aru," tegas Heatubun.

Heatubun berharap, lewat doa bersama semua masyarakat ini, hasil keputusan sidang pada 17 November mendatang mendapatkan hasil yang berpihak kepada masyarakat.

Baca Juga: Jokowi: Papua Bukan Hanya Bisa, Papua Hebat

"Semoga keputusan tersebut dimenangkan oleh masyarakat adat Desa Marafenfen, dan keputusan itu juga tidak merugikan pihak manapun," tutup Heatubun.

Panggung Seni dan Doa itu dimeriahkan oleh seniman dan budayawan Aru. Mereka menyuarakan suara masyarakat Marfenfen dengan puisi, tarian tradisional dan moderen, hingga musikalisasi puisi.

Tak lupa "Tambaroro" (=doa adat) kepada leluhur untuk Perjuangan Masyarakat Adat Desa Marafenfen dilatunkan di atas panggung seni dan doa itu.

Baca Juga: Tips Kesehatan; Cara Menghilangkan Bau Badan Dengan Beberapa Jenis Makanan Dan Minuman

Di dalam Tambaroro, masyarakat adat menyanyikan "Saba" (=lagu adat) sambil menyiapkan persembahan adat berupa piring putih yang berisi sirih pinang dan "tabaku" (=tembakau).

Acara tersebut berjalan lancar, aman, dan penuh khidmat.***

Editor: Hendrik Emanel


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x